Bagikan ke Teman Kamu!

Dalam rangka memperingati International Youth Day 2022, UNDP Indonesia menyelenggarakan SDG Talks untuk menyoroti perlunya mendorong solidaritas antargenerasi untuk mengatasi krisis iklim. Kegiatan ini dibuka oleh Kepala Unit Lingkungan UNDP Indonesia, Dr. Aretha Aprilia yang dalam sambutannya menekankan tujuan menciptakan dunia yang adil bagi semua generasi. Pemuda menjadi bagian penting untuk terlibat dalam proses ini. Namun, mereka yang dianggap sebagai generasi “tua”, juga memiliki peran karena krisis iklim berdampak pada semua orang.

Diskusi dalam SDG Talks menyoroti bagaimana menciptakan solidaritas di segala usia, peran masyarakat adat dan kebutuhan untuk menciptakan perubahan sistemik, mengatasi tantangan sosial dan budaya dengan mempertimbangkan populasi yang menua dan dampak dari pengalaman mereka. Indonesia memulai bonus demografi pada tahun 2030, dengan generasi milenial menjadi kelompok terbesar dalam total populasi negara, diikuti oleh Gen Z, Gen X, dan baby boomer. Maka dari itu, sangat penting untuk memasukkan suara dan aktivisme pemuda ke dalam pembuatan kebijakan. 

Sarwono Kusumaatmadja, Ketua Dewan Penasehat Kebijakan Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menekankan pentingnya membawa solidaritas antargenerasi, karena sejarah kita, pemudalah yang memobilisasi aksi dan perubahan. Wahyu Tini Astuti, Deputi Direktur SDG Academy Indonesia, menjelaskan mengenai pentingnya pendekatan pendidikan holistik diperlukan untuk mengubah dan membekali masyarakat kita, ketika kita berbicara tentang bagaimana melibatkan kaum muda. Hanif Fallah, Senior Program Manager CSIRO Kedutaan Besar Australia di Jakarta mengatakan bahwa tantangan terbesar yang dihadapi orang muda saat ini adalah ketidaksetaraan akses. Padahal, infrastruktur dan teknologi menjadi bekal orang muda yang tinggal di banyak wilayah lain untuk menciptakan perubahan sistemik dalam komunitas mereka. Michelin Sallata, Ketua Barisan Pemuda Adat Nusantara menyampaikan bahwa banyak dari kelompok masyarakat adat yang berkontribusi pada pembangunan daerah dan memainkan peran penting untuk mengatasi krisis iklim.

Setelah diskusi utama, peserta mengikuti sesi breakout dimana diskusi dibagi menjadi beberapa topik, antara lain: pentingnya membangun jejaring antar organisasi orang muda, peran masyarakat adat dalam pelestarian dan transmisi pengetahuan tradisional, mendorong kaum muda untuk menyuarakan aspirasi melalui tulisan, dan belajar untuk terlibat dalam pembangunan dunia.

Ndaru Tejo Laksono dari SDGs Youth Hub Indonesia menjadi fasiltator untuk diskusi dengan topik pentingnya membangun jejaring antar organisasi orang muda. SDGs Youth Hub Indonesia merupakan platform jejaring organisasi orang muda yang dikembangkan oleh Siklus Indonesia dengan dukungan UNFPA Indonesia. SDGs Youth Hub Indonesia berperan untuk menghubungkan organisasi orang muda dalam sebuah jejaring besar agar bisa menyuarakan aspirasi dan kontribusinya kepada pemerintah dan mitra pembangunan, hingga berkolaborasi satu sama lain untuk mewujudkan agenda SDGs di tahun 2030. 

Dalam diskusi tentang pentingnya membangun jejaring antar organisasi orang muda, Ndaru Tejo Laksono mengajak para peserta untuk bertukar ide dan pandangan mengenai jejaring yang selama ini mereka ikuti. Kebanyakan dari peserta lebih aktif di dalam organisasi dan jejaring yang ada di lingkungan pendidikan mereka. Peserta juga menceritakan tantangan yang selama ini mereka rasakan di dalam organisasi dan jejaringnya. Ndaru Tejo Laksono mengatakan bahwa dinamika dan konflik di dalam sebuah organisasi adalah hal yang wajar, namun yang penting adalah bagaimana kita bisa mengarahkan agar dinamika dan konflik tersebut membangun ke arah yang lebih positif untuk perkembangan diri dan organisasi. Lebih luasnya lagi dalam sebuah jejaring yang beranggotakan dari berbagai organisasi dengan latar belakang dan tujuan yang berbeda, perlu adanya sebuah pedoman yang disepakati bersama agar di dalam jejaring tersebut tetap menjadi ruang yang aman bagi semua orang.